Galau itu LUAR BIASA….

Me-Ramadan-kan Keluarga
7 April 2020
Ramadan Bulan Bertuah
7 April 2020

Galau itu LUAR BIASA….

Oleh: Ust. Abu Syadza Rabbani
Pengurus Bidang Kajian dan Riset Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Kabupaten Karanganyar

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al Imran (3): 139)

Kehidupan yang sebagaimana kita berada di dalamnya ini merupakan nikmat “hayat” yang syarat akan dinamika (perubahan) yang mengiringi setiap gerak lahir, gerak pikir dan gerak bathin kita. Seseorang yang mengerti makna hidup ini akan berusaha memahami hakekat proses yang menjadi marhalah (tahapan) dirinya dalam menemukan maqam nya di hadapan Allah swt.

Apakah dirinya termasuk orang pilihan, yang teguh dalam prinsip, yang tidak gampang menyerah, tidak banyak kata, atau menjadi pecundang, yang sering mengabaikan dan membohongi hati nuraninya, sehingga tanpa sadar telah berada dalam gersangnya kehidupan yang senantiasa dicekam oleh bayang-bayangnya sendiri.

Manusia pertama ini berusaha menempatkan segala proses kehidupannya tidak pernah terlepas dari skenario Allah swt. Tidak ada kekhawatiran dalam dirinya karena segala perkara dalam dirinya sudah menjadi kehendak-Nya. Bahkan dirinya meyakini bahwa segala kehendak-Nya adalah yang terbaik buat diri dan masa depannya.
“Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorang pun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput daripada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Imran (3): 153)


Kemudian dirinya akan merencanakan dan mengelola hidupnya menuju kepada Allah swt. semata. Hari-harinya dilewati dengan penuh keyakinan dan lapang dada. Tidak terbersit sedikit pun dalam pikirannya tentang beratnya beban hidup yang harus dipikulnya. Semuanya terasa indah dan menyenangkan karena selalu bersama Rabbnya.
“……Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al An’am (6): 71)
Adapun manusia kedua, akan menempatkan kehidupannya penuh dengan kegelapan dan kebingungan. Kegelapan karena tidak adanya petunjuk dari Allah swt dan kebingungan yang terus melahirkan kesedihan yang berkepanjangan.
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.” (QS. Ad Dhuha (93): 7)
Padahal sudah jelas, apabila kita mengikuti petunjuk Allah swt, maka tidak ada kekhawatiran lagi atas kehidupan kita, apalagi bersedih hati. (QS.Al Baqarah (2): 38). Padahal sudah jelas, apabila kita menyerahkan diri kepada Allah dan berbuat kebajikan, maka maka tidak ada kekhawatiran lagi atas kehidupan kita, apalagi bersedih hati. (QS.Al Baqarah (2): 112)
Galau dalam pemahaman penulis lebih dekat dengan konsep al-hamm (Kegelisahan) dan al-Hazan (Kesedihan).  Keduanya merupakan kondisi yang sama-sama membuat hidup kita menjadi tidak nyaman, dipenuhi dengan kekhawatiran, kepanikan dan ketidakjelasan orientasi hidup. Di mana ketika kondisi ini menjangkiti kehidupan kita, menunjukkan bahwa diri kita sedang mengalami gejala “penyakit bathin” yang kronis, yang akan mempengaruhi seluruh sikap kita terhadap realitas hadapan. Diantaranya tentang harapan-harapan yang belum menjadi kenyataan, disakiti orang lain, ditinggal pergi orang-orang yang kita cintai dan sebagainya.

Menurut myhealthnewsdaily.com, bahwa seseorang yang sedih karena ditinggal mati orang yang dicintai, pada 24 jam pertama dia akan mengalami peningkatan risiko serangan jantung sampai 21 kali. Jangankan kita, hal demikian juga dialami oleh putri Baginda Nabi saw. Ketika Rasulullah saw wafat, maka Fatimatuz Zahra merasakan tertimpa musibah yang sangat besar bagi kehidupannya, sampai hatinya tidak kuasa memikul besarnya beban musibah tersebut. Siang dan malam, beliau selalu menangis. Enam bulan kemudian Allah swt menetapkan beliau untuk mengikuti ayahnya ke alam baqa’. Dari sini jelas bahwa al-Hamm adalah kegelisahan terhadap masa depannya. Sedang al Hazan  adalah kesedihan terhadap kenyataan pahit sekarang yang dihadapinya. Sungguh kegelisahan dan kesedihan ini terbukti dapat meningkatkan denyut jantung, yang berpotensi menyebabkan serangan jantung. Kondisi ini akan memicu stres yang berkepanjangan yang menyebabkan berbagai penyakit bisa menyerang.

Diantaranya: tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke, gagal ginjal, menyebabkan kanker, depresi dan stres, membahayakan paru-paru, susah tidur, merusak lambung, menurunkan metabolisme tubuh, merusak otak, menyebabkan penyakit gusi, merusak kulit, memicu bau badan, menimbulkan sakit asma dan sesak nafas, menyebabkan hipertiroid, memicu impotensi, dan sakit kepala (Coky Aditya Z., dalam “Terapi masalah Emosi Harian”, Penerbit Sabil, Yogayakarta, 2013, hal. 55-85). Hal ini diperkuat dengan ilmu kedokteran tiongkok bahwa psikologis seseorang erat kaitannya dengan organ-organ tertentu dan aliran energi. Diantaranya ada 7 perasaan, yaitu: gembira, marah, khawatir, sedih, takut, shock (kaget), dan pikiran. Bahkan ternyata kesedihan bisa mendatangkan kebutaan (Qs Yusuf (12): 84- 86 ).

Berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan agar kita bisa menghadapi kenyataan hidup manis maupun pahit, yakni:
Memurnikan ketauhidan kepada Allah swt
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushshilat (41): 30)
Beriman dan beramal Shaleh
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS.Al Baqarah (2): 277)
Berdoa kepada Allah swt
“ Dari Anas bin Malik : Aku melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau singgah dan aku selalu mendengar beliau banyak berdo’a: “Allahumma Inni A’uudzu Bika Minal ‘Ajzi Wal Kasali Wal Bukhli Wal Jubni Wa Dhal’i ad-Daini Wa Ghalabatir Rijaal” (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari (sifat) gelisah, sedih, lemah, malas, kikir, pengecut, terlilit hutang dan dari kekuasaan).“ (HR. Bukhari)
Memahami makna kehidupan dan masalah yang melingkupinya
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS. Al Kahfi (18): 7)
Sedekah
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS.Al Baqarah (2): 262)

Syahdan, galau itu sebenarnya luar biasa untuk melejitkan potensi otak dan kehidupan kita.
…….karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput daripada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Imran (3): 153).
Kehidupan kita menjadi indah dan menyenangkan. Bahkan kegalauan secara positif bisa menghantarkan kesadaran akan eksistensi diri kita sebagai makhluk faqir dan lemah, yang sangat membutuhkan Sang Khaliq. Kesadaran itu seperti matahari, di mana matahari itu simbolisasi dari ketinggian dan kecerahan. Jika cahayanya sudah masuk ke segenap rongga, ke segenap dada, ke segenap kehidupan kita, maka akan melahirkan sebuah gerakan yang dinamis menuju perubahan, perbaikan dan kebaikan yang banyak.
Galaumu itu menunjukkan bahwa engkau masih mempunyai rasa, citarasa, bahkan cinta, yang akan menjadi energi bathin untuk melanjutkan perjalanan yang masih panjang, yang pahit dan akan semakin pahit ini.

Galaumu itu menunjukkan bahwa engkau masih mempunyai asa dan harapan, yang dapat digunakan untuk menyemai kerinduan masa depan yang cemerlang dunia dan akherat.
Galaumu itu menunjukkan bahwa engkau masih mempunyai ‘izzah (harga diri dan kehormatan) sebagai insan ahsani taqwim dalam merengkuh keindahan keabadian menatap wajah Sang Maha Rahim di surga-Nya kelak.

GALAU ITU LUAR BIASA !!!

Wallahu a’lam bish shawab. (dari berbagai sumber)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TELEPHONE