Ulama Robani itu telah kembali
Saya telah mengenal nama besar beliau sejak saya masih #nyantri di Ponpes #Guyangan #Trangkil #Pati.
Kalau tidak salah, ketika itu beliau baru pulang dari Saudi Arabia setelah menyelesaikan doktoralnya di Universitas Muhammad bin Saud Riyadh dalam bidang tafsir.
Saya sering mendengar nama beliau dari Mbah Sri, istri kiyai saya KH Suyuthi Abdul Qadir; pendiri #Ponpes #Raudhatul #Ulum. Saya sendiri pernah mengabdi sebagai pelayan di Ndalem KH. Suyuthi Abdul Qadir selama mondok di Guyangan.
Biasanya selepas menyimak kuliah Subuh yang di ampu oleh Dr Ahzami di salah satu televisi nasional, Mbah Sri akan cerita panjang lebar tentang beliau dengan mata berbinar tanda haru dan suara yang bersemangat.
Mbah Sri juga pernah cerita kalau Ust Ahzami muda sering latihan Qiro’ah di salah kamar di Ndalem (baca; rumah kediaman pak yai).
“Ahzami kuwi mbiyen seneng latihan qiro’ah nek kamar kuwi. Suarane apik tur mendayu-dayu” kata Mbah Sri sambil menunjuk salah kamar kosong di kediaman beliau.
Dan benar sekali, saya membuktikan sendiri kesan mendalam itu saat saya diberikan kesempatan tinggal di kompleks Yapidh Bekasi.
Setiap kali shalat berjama’ah diimami oleh beliau, seringkali saya tak kuasa menahan derasnya air mata yang tiba-tiba keluar saat menyimak tilawah beliau.
Hadiah Istimewa
Ayahanda beliau, KH Sami’un Jazuli adalah guru dan kiyai saya. Saat itu Mbah Mi’un, begitu kami biasa memanggil beliau, menjabat sebagai Kepala Madrasah Aliyah sekaligus pengampu mata pelajaran Ushul Fiqih dengan kitab #Ghoyatul #Wushul sebagai referensi utamanya.
Dan sewaktu saya mau menikah Mbah Miun-lah yang melamarkan istri untuk saya. Kalau tidak di’backingi’ oleh beliau, bisa jadi lamaran saya akan ditolak oleh calon mertua ketika itu.
Selepas menikah, saya mengajak istri untuk sowan ke kediaman Mbah Mi’un guna meminta doa restu dan arahan.
Mbah Mi’un pun mengarahkan kami agar ikut mengabdi di Ponpes Yapidh Bekasi yang dipimpin oleh Dr Ahzami sambil melanjutkan kuliah di #Lipia #Jakarta, salah kampus cabang Universitas Muhammad bin Su’ud Riyadh, Saudi Arabia.
Saya pun mengikuti saran dan arahan guru saya, KH Sami’un Jazuli untuk sowan ke rumah Dr Ahzami di Bekasi.
Saya tidak akan pernah bisa melupakan kesan mendalam saat berjumpa pertama kali dengan beliau; kehangatan, keramahan dan sikap tawadhu beliau sangat terasa sekali.
Meskipun kami bukan kerabat atau keluarga beliau, namun beliau sangat memuliakan kami selayaknya keluarga sendiri, apalagi ketika itu kami baru latihan berumahtangga.
Kami dipersilahkan untuk tinggal di rumah beliau hingga kami mendapatkan rumah kontrakan di sekitar kompleks Yapidh Bekasi. Saya sendiri lupa, berapa lama saya tinggal di salah satu kamar di rumah beliau yang posisinya dekat dengan perpustakaan beliau. Numpang makan dan tidur sambil ikut ngaji di rumah beliau.
Masya Allah, ketika kami pindahan ke rumah kontrakan beliau sendiri yang membawakan kasur sebagai hadiah untuk kami. Pengalaman ini tidak akan pernah kami lupakan selama-lamanya.
Kehangatan, keramahan dan kelembutan beliau itulah hadiah istimewa yang tak pernah bisa kami balas hingga kapanpun. Semoga Allah swt membalas semua kebaikan beliau dengan balasan yang terbaik.
Majlis Tafsir Ahad Pagi
Salah satu majelis yang di ampu oleh beliau dan menjadi majelis paling saya nantikan adalah kajian tafsir Ahad pagi di Masjid Darul Hikmah Yapidh Bekasi.
Dr Ahzami sendiri adalah doktor dalam bidang tafsir dengan spesialisasi tafsir tematik (التفسير الموضوعي). Seorang ulama ahli Qur’an dan salah satu pejuang dakwah terbaik yang pernah saya kenal.
Meskipun nama beliau tidak setenar Prof Quraisy Syihab, namun Dr Ahzami juga sering diundang oleh stasiun televisi swasta maupun nasional untuk menyampaikan kajian keislaman, terutama dalam bidang tafsir.
Salah satu karya beliau yang pernah saya baca adalah “Hijrah dalam pandangan Al Qur’an” dan “Kehidupan dalam pandangan Al Qur’an”.
Dua karya ini adalah thesis master dan disertasi doktoral beliau yang diterjemahkan dari Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia oleh Gema Insani Press.
Majelis tafsir Ahad pagi sendiri bagi saya adalah semacam stasiun untuk ‘mengisi bahan bakar’; mensuplai kembali gizi ruhani yang sering kerontang di tengah gersangnya kehidupan ibu kota.
Saya selalu berusaha untuk hadir dan duduk di majelis ini meskipun kesibukan mencari nafkah begitu menyita waktu, selain kuliah dari Hari Senin sampai Jumat.
Dengan gaya bahasa yang mudah difahami dan sistematika yang sangat runtut disertai canda ringan, kajian beliau terasa sangat mendalam.
Hal ini dikarenakan dua hal; #pertama beliau sering kali menyampaikan latho’if qur’aniyyah yang jarang disampaikan oleh asatidz yang lain. Yang #kedua; ketika beliau menyampaikan kajian, terasa sekali beliau begitu menjiwai. Tidak asal bicara, namun benar-benar keluar dari hati yang paling dalam.
Dr Baidar Muhammad, kawan satu bangku saya ketika kuliah di #Pasca #Sarjana #UMS pernah mengatakan bahwa “satu kali duduk bersama Dr Ahzami serasa kuliah satu bulan bersama dosen-dosen yang lain”. Tentu tanpa bermaksud merendahkan dosen yang lain.
“Baru kali ini saya berjumpa dengan ulama ahli Qur’an yang manhaj dirosahnya sangat runtut dan madahnya sangat dalam” ujar Baidar suatu ketika.
Bersambung…
Suhari Abu Fatih
Pengasuh Mahad Alfatih Klaten