Oleh : Ustadzah Iis Nuryati, S.Pd. – Ketua PD Salimah Karanganyar
Saya selalu iri setiap mendengar cerita teman saya. Dalam berkali-kali kesempatan. Ceritanya selalu menimbulkan getar takjub dalam hati saya. Saya kadang membanding-bandingkan keadaan saya dengan dia. Belum ada apa-apanya.
Apakah teman saya itu menceritakan liburannya ke luar negeri? Tidak. Saldo tabungannya? Bukan. Beli mobil keluaran terbaru? Big No. Teman saya bukan tipe tukang cerita begituan. Dan kalaupun dia cerita yang begituan, saya tidak iri. Cuma sedikit pengen mungkin hehe.
Jadi apa cerita teman saya?
Tentang baktinya. Kepada kedua pasang orang tuanya. Dua pasang. Orang tua kandung dan orang tua suami. Tanpa membedakan. Keduanya dimuliakan dengan sebaik-baik penghormatan dan pengabdian.
Ayah kandung sakit, diobatkan. Sekian juta keluar tiap bulan. Ayah mertua sakit, diobatkan juga. Nominalnya tak dihitung. Untuk urusan kesehatan kedua orang tuanya, dompetnya tak pernah dikunci.
Orang mampu bu, wajar saja dia bisa begitu. Belum tentu. Dunia ini tak selalu putih bukan? Yang durhaka pada orang tuanya bukan hanya Malin Kundang. Ada banyak Malin yang tak K(o)ndang.
Biar tidak protes dengan cerita saya, baiklah saya lengkapi: bakti teman saya ini tak melulu dengan uang.
Ayah kandung sakit, dirawat dengan telaten. Ayah mertua sakit, ditunggui pula dengan sayang. Saya melihat sendiri bagaimana teman saya ini menyuapi ayah mertuanya (Kedua ibunya sehat).
Tidak mudah menggabungkan dua hal ini. Ada anak yang bisa membiayai keperluan orang tuanya, tapi tak ada waktu untuk merawatnya. Ada anak yang penuh cinta merawat orang tua, tapi tak ada harta untuk memenuhi hajat hidupnya.
Yang paling celaka pasti yang punya keduanya (harta dan waktu) tapi tidak mau melakukannya. Padahal berbakti kepada orang tua adalah salah satu pintu surga yang dijanjikan.
Di dalam Al-Qur’an, perintah berbakti kepada orang tua selalu disandingkan dengan perintah menyembah Allah. Artinya, keduanya sama penting. Keduanya kita butuhkan. Dan selagi pintu itu masih di depan mata, mengapa kita tak bersegera menujunya.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak.” ( QS Al Isra: 23)
Iri dalam kebaikan tidak dilarang agar kita termotivasi untuk melakukan hal serupa sesuai kemampuan masing-masing. Jadi, siapa yang tidak iri dengan apa yang dilakukan teman saya ini?