Renungan Hamba Menuju Hidup Paripurna

Sikap Kelompok Aliran Teologi Dalam Islam Ketika Menghadapi Musibah
1 April 2020
Tujuh Ikhtiar Menolak dan Menghilangkan Mushibah
3 April 2020

Renungan Hamba Menuju Hidup Paripurna

Oleh: Ust. Abu Syadza Rabbani

Pengurus bidang Riset dan kajian PD IKADI KARANGANYAR

Sahabat sekalian.
Mudah-mudahan tempat dimana kita hidup didalamnya menyenangkan kita. Mudah-mudahan tempat kita bermukim ini menyenangkan kita. Mudah-mudahan amal yang di mana Allah memuliakan kita untuk bergelut di dalamnya ini menyenangkan kita.
Mengapa ? Karena hidup merupakan refleksi dari eksistensi kedirian kita baik individu maupun kolektif (social) dalam merespon dinamika yang ada didalamnya. Dinamika itu menyengkut kebahagiaan-kesengsaraan, cosmos-chaos, pembelaan-penindasan, kebersamaan-diskriminasi, zhulumat-nur, haq-bathil, kemenangan-kekalahan, bahkan berkuasa-dikuasai. Kondisi dinamis ini akan terus mengembang-mengerucut menjadi sebuah kekuatan yang menggerakkan dalam membuat dan membangun sejarah, membuat dan membangun masyarakat, dan memulai perubahan besar dan menghasilkan kebaikan yang sesungguhnya.


Sahabat sekalian.
Semoga Allah melimpahkan nur ke dalam hati dan fikiran kita, pendengaran dan penglihatan kita, lisan dan perbuatan kita, sehingga segala gerak kita terpaut pada-Nya, terbingkai dalam rahmat-Nya yang tiada pernah padam.


Sahabat sekalian
Hari ini, jam ini, detik inikita sedang meniti jalan panjang menuju Allah, meniti hidup untuk sebuah cita dan obsesi yaitu sampaim kepada Allah yang kita rindui pertemuan dengan-Nya, menatap keindahan wajah-Nya. Kita tak ubahnya seperti nelayan dengan perahu sampannya yang berada di tengah lautan untuk menuju pulau harapan (akherat) tempat perahu terakhir ditambatka. Kita sudah jauh mendayung perahu, lepas dari pantai namun ujung pulaupun tidak Nampak jua. Melajulahmelaju.perahu sampan dan si nelayan di atas samudera lautan yang terkadang cepat membelah ombak yang bersahabat, yang kadang pula lambat terombang-ambing badai yang tak mau bersahabat bahkan ingin membuat perahu dan nelayannya karam ditelan ganasnya kehidupan di lautan. Semakin cepat perahu melaju maka semakin dekat arah yang dituju. Semakin lambat perahu melaju maka semakin lambat pula kita ke arah yang dituju, atau bahkan terombang-ambing di tengah lautan sebelum batas waktu pelayaran telah habis. Beruntunglah si nelayan yang dapat bersahabat dengan ombak dan celakalah si nelayan yang dekat dengan ombak yang tidak bersahabat yang senantiasa mempermainkan si nelayan dan perahunya.
Kita tahu sahabat sekalian
Jauh di dasar laut itu ada mutiara-mutiara kehidupan yang begitu berharga. Nelayan yang malang tidak sempat mengambilnya karena ia disibukkan dengan badai badai yang menghantam diri dan perahunya, namun berbahagialah si nelayan yang berdamai dengan ombak, dia akan mampu mengambil mutiara-mutiara kehidupan yang melimpah ruah untuk bekal hidup di pulau tujuan, pulau harapan.


Sahabat sekalian.
Seharusnya kita sudah fasih, mengeja ombak dilautan dan mengolah perahu sampan diantara karang dan gelombang karena sudah banyak pengalaman di sepanjang rentang waktu kita berlayar. Terlalu lelah hati sang nelayan manakala ia mencari tambatan yang tidak hakiki, yang belum pasti. Terlalu lelah, ruh si nelayan bila berlabuh dari satu dermaga ke dermaga yang lain yang bukan tujuan sampan dan nelayannya. Semua, akan membuat si nelayan terkulai sebelum sampai ke tempat tujuan, karena si nelayan akan kehabisan bekal yang senantiasa tergerogoti.
Sahabat sekalian
Seharusnya kita sudah pandai membaca dan memahami bintang-bintang yang berkelip-kelip di langit sebagai petunjuk bagi sang nelayan. BELUMKAH TIBA MASANYA BAGI ORANG-ORANG MUKMIN ITU UNTUK TUNDUK HATINYA KEPADA ALLAH. (QS. Al Hadiid (57) : 16)


Sahabat sekalian, tak mampukah kita mengeja satu bintang ini ? Kita seharusnya malu dengan air laut yang mampu mengeja bintang untuknya. Kita seharusnya malu pada ombak yang mengalun yang pandai membaca bintang untuknya, kita malu pada ikan-ikan, batu karang, dan gelombang yang pandai mengeja bintang dengan fasih untuk mereka. Ya Rabb, kapankah kami pun pandai mengeja bintang-bintang yang Engkau anugerahkan untuk kami ? Padahal kami tahu Ya Rabb, nelayan yang akan Engkau terima adalah nelayan yang menghadap-Mu dengan mutiara-mutiara bersih dan bersinar, YAITU DI SUATU HARI DI MANA HARTA DAN ANAK TIADA AKAN MEMBERI MANFAAT KECUALI ORANG YANG MENGHADAP ALLAH DENGAN HATI YANG BERSIH (SUCI). (QS. Asy Syuaraa (26): 88 89)


Sahabat sekalian.
Akhirnya mari kita berdoa untuk hari yang sudah pasti.
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api neraka.

Wallahu ta’ala ‘alam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TELEPHONE